EMPATI : Tangkapan Besar tapi Pengembalian Kecil ke Kas Negara

oleh -44 Dilihat
oleh

penangkapan Ketua PN Jaksel dan Hakim – hakim beserta pengacara terdakwa yang kemudian memutus perkara vonis bebas korupsi CPO sebesar 60 M telah menjadi sorotan bahkan perhatian publik.

Tidak sampai disitu, Kejaksaan Agung juga menyita berbagai kendaraan mewah serta perhiasan yang menjadi barang bukti penetapan tersangka. Hal ini merupakan hasil pengembangan dari pihak Kejaksaan yang menyangkut penyuapan Hakim PN Surabaya pada kasus yang menjerat Ronald Tanur dan makelar kasus di Mahkamah Agung Zarof Ricard.

Koordinator Elemen Mahasiswa Anti Korupsi (EMPATI) Yaser Hatim menilai bahwa pengungkapan kasus – kasus korupsi besar oleh Kejaksaan Agung menuai kontroversi bahkan polemik karena dianggap hanya mencari sensasi dan pencitraan publik.

“Persepsi tersebut berdasarkan fakta – fakta yang ada bahwa beberapa kasus yang menguap dan berakhir tidak jelas seperti kasus pertamax oplosan pada tata kelola migas yang dilakukan pertamina yang sampai saat ini tidak ada kejelasan dan kelanjutan”, ujar Yaser.

Yaser juga berpendapat operasi yang dilakukan Kejaksaan diduga memiliki agenda terselubung untuk kemudian menguatkan Institusinya dan kewenangannya serta mendelegitimasi APH lainnya.

“Kenapa? Karena Hal ini diduga berkaitan agenda Revisi KUHAP dan Revisi UU Kejaksaan tersendiri yang penuh dengan sarat kepentingan,” katanya.

Laporan infografis Kejaksaan Agung tentang kerugian Negara pada kasus tata niaga komoditas timah menyebutkan bahwa perhitungan kerugian Negara sebesar 310 T namun pengembalian ke negara hanya sebesar 1,67 T.

pada kasus yang berbeda, kasus pertamax oplosan pada tata kelola migas PT. pertamina justru menguap dan tidak ada kejelasan penuntasan kasusnya.

Profesionalitas dalam perhitungan nilai kerugian negara yang dilakukan Kejaksaan Agung diduga menjadi pertanyaan di kalangan publik dan menimbulkan kecurigaan apakah perhitungan yang dilakukan sudah profesional atau hanya sekedar sensasi untuk mencari prestasi dan pencitraan publik.

Dibalik pengungkapan kasus – kasus besar oleh kejaksaan ada hal yang menjadi kontroversi dan ambisi kejaksaan untuk memperkuat posisi dan peran serta kewenangannya dalam RUU Kejaksaan dan RKUHP dengan mencari dukungan publik melalui penanganan kasus korupsi yang bernilai fantastis.
“Dengan demikian kasus yang menjerat ketua PN Jaksel beserta Hakim – hakim nya patut diduga menjadi sebuah desain mendeligitimasi hakim serta badan peradilan,” tutur Yaser.

Mata rantai mafia peradilan tidak tuntas diungkap oleh kejaksaan sebagaimana dalam surat dakwaan yang kontroversi terhadap Zarof Ricard yang tidak dikenakan pasal suap dan TPPU, bahkan hanya dikenakan pasal gratifikasi.

Hal inilah yang diduga sebagai bentuk kongkalikong serta main mata Jampidsus dalam kasus Zarof Ricard.

“Penting dan perlu bagi masyarakat untuk dapat mengawal kasus yang ditangani kejaksaan agar tidak terjebak prestasi dan skema pencitraan semu yang berbuntut kepentingan terselubung dalam RUU kejaksaan dan RKUHAP, ” tutupnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.