Unsur tentang merugikan keuangan negara menjadi sangat penting dalam tindak pidana korupsi sehingga di dalam penjelasan
pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 dijelaskan
bahwa, “Yang dimaksud dengan melawan hukum dalam pasal ini
mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun
dalam arti materil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Dalam ketentuan ini kata “dapat” sebelum frasa merugikan keuangan atau perekonomian negara menunjukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil yaitu adanya tinda pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat-akibat”.
Saat sekarang ini rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengubah secara
mendasar kualifikasi delik dari tindak pidana korupsi dari delik
formil menjadi delik materil.
Konsekuensinya, jika akibat yang
dilarang yaitu merugikan keuangan negara atau perekonomian negara belum atau tidak terjadi maka berarti belum terjadi tindak pidana.