Medan – Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Nasional (Formanas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Jalan Diponegoro, Kota Medan, Rabu (18/12/2024).
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap lambannya pembangunan infrastruktur jalur lintas Medan-Berastagi, Kabupaten Karo, yang menjadi akses penting bagi masyarakat.
Aksi tersebut melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk sopir bus, pengusaha transportasi, mahasiswa, dan warga dari beberapa kabupaten sekitar jalur Medan-Berastagi. Ratusan bus transportasi diparkir di depan Kantor Gubernur Sumut sebagai simbol protes atas buruknya kondisi infrastruktur di jalur yang menjadi urat nadi perekonomian kawasan tersebut.
Tuntutan Lama yang Tak Kunjung Diwujudkan
Julianus Sembiring, orator dalam aksi ini, menyampaikan bahwa tuntutan perbaikan infrastruktur jalur Medan-Berastagi sudah disuarakan sejak lima tahun lalu. Saat itu, mereka bahkan membawa aspirasi tersebut hingga ke Istana Negara, namun hingga kini belum ada tindak lanjut nyata dari pemerintah.
“Lima tahun lalu kami sudah orasi ke istana, meminta pembangunan jalan layang dan jalan tol lintas Medan-Berastagi direalisasikan. Tapi, apa hasilnya? Tidak ada! Kami terus menunggu tanpa kepastian,” ujar Julianus melalui pengeras suara di tengah kerumunan massa.
Dalam aksi ini, massa mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) untuk segera menyelesaikan pembangunan beronjong (penahan longsor) di jalur Medan-Berastagi sebelum batas waktu 25 Desember 2025.
Mereka juga meminta pemerintah merealisasikan pembangunan jalan layang serta memberikan jaminan keamanan bagi pengguna jalur yang sering terhambat oleh longsor tersebut.
Kondisi Jalur yang Memprihatinkan
Jalur lintas Medan-Berastagi yang dikenal dengan tikungan tajam dan sering terjadi longsor menjadi salah satu penyebab keresahan masyarakat.
Para petani sayur dan buah di wilayah Karo dan sekitarnya mengaku mengalami kerugian besar akibat keterlambatan pengiriman hasil bumi ke berbagai kota. Dampaknya tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengganggu kesejahteraan sosial masyarakat di kawasan tersebut.
“Kami ini petani sayur dan buah. Longsor yang terus terjadi di jalur ini membuat hasil panen kami terlambat sampai ke pasar. Akibatnya, harga turun dan kami rugi. Kami sudah lelah dengan kondisi ini,” ungkap salah seorang peserta aksi.
Julianus Sembiring juga menyoroti ketimpangan pembangunan infrastruktur di daerah lain yang dinilai lebih baik dibandingkan jalur Medan-Berastagi. Ia membandingkan jalur ini dengan Kelok Sembilan di Sumatera Barat yang sudah memiliki infrastruktur memadai.
“Di Sumbar ada Kelok Sembilan yang bagus infrastrukturnya, sementara di Medan-Berastagi ada Kelok Sebelas yang kondisinya memprihatinkan. Apakah kami, warga di 10 kabupaten ini, dianggap warga negara kelas dua? Apakah kami anak tiri? Kami tidak mau terus diperlakukan seperti ini!” tegas Julianus, disambut teriakan dukungan dari massa aksi.
Selain menuntut perbaikan infrastruktur, massa juga mendesak Penjabat (Pj) Gubernur Sumut, Agus Fatoni, untuk hadir langsung menemui mereka. Kehadiran gubernur dianggap penting agar aspirasi masyarakat dari berbagai daerah, seperti Karo, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Dairi, dan kabupaten lainnya, dapat didengar secara langsung.
“Kami sudah datang jauh-jauh dari Karo, Humbahas, Pakpak Bharat, Dairi, dan 9 kabupaten lainnya. Kami hanya ingin bertemu langsung dengan gubernur agar beliau mendengar aspirasi kami. Kalau beliau tidak datang, kami akan bermalam di sini!” ancam Julianus di tengah orasinya.
Aksi ini tidak hanya merefleksikan keresahan masyarakat, tetapi juga menjadi simbol kekecewaan atas minimnya perhatian pemerintah terhadap persoalan infrastruktur di jalur Medan-Berastagi.
Jalur ini merupakan akses vital yang menghubungkan wilayah pedalaman dengan Kota Medan, namun kondisinya terus memburuk tanpa ada solusi nyata.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemprov Sumut terkait tuntutan yang disampaikan massa aksi. Warga berharap pemerintah segera merespons dengan langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan yang telah berlarut-larut ini.
Jika tidak ada perubahan, aksi lanjutan dengan skala lebih besar diprediksi akan kembali digelar, mengingat jalur Medan-Berastagi merupakan urat nadi perekonomian yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat di kawasan tersebut.