Medan – Forum Masyarakat Nasional (FORMANAS) menggelar aksi teatrikal di bawah flyover Jalan Jamin Ginting, Medan. Selasa (17/12/2024) sore.
Aksi ini menggambarkan keprihatinan mendalam sekaligus tuntutan tegas terhadap pemerintah untuk segera membangun jalan layang atau jalan tol di kawasan Sembahe hingga PDAM Tirtanadi, Sibolangit.
Dalam aksi simbolis tersebut, para peserta membawa keranda mayat sebagai bentuk protes terhadap lambannya respons pemerintah. Mereka menilai tragedi longsor yang berulang seharusnya sudah cukup menjadi alarm keras untuk mengambil tindakan nyata.
Iwan S. Depari, Koordinator Aksi FORMANAS, menyampaikan bahwa perjuangan ini bukan hal baru. Sejak 2019, FORMANAS bersama sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara dan lima bupati dari daerah terdampak, yakni Karo, Dairi, Pakpak Barat, Simalungun, dan Deliserdang telah menyuarakan aspirasi ini langsung ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, hingga kini, upaya tersebut belum membuahkan hasil.
“Kami merasa dianaktirikan. Jalur Medan–Berastagi adalah urat nadi ekonomi Sumatera Utara. Jalur ini bukan hanya penting bagi distribusi hasil pertanian dari Tanah Karo ke Kota Medan, tetapi juga sebagai jalur vital pariwisata,” tegas Iwan dalam orasinya.
Dijelaskannya. Kondisi geografis kawasan Sembahe hingga Sibolangit yang berbukit dan rawan longsor semakin memperburuk situasi, terutama saat curah hujan tinggi. Selain itu, kemacetan panjang yang kerap terjadi di jalur ini semakin menambah beban ekonomi dan sosial masyarakat.
“Bencana longsor dan kemacetan di jalur ini bukan hal baru. Setiap tahun, masalah ini berulang tanpa ada solusi konkret. Kami membutuhkan langkah nyata dari pemerintah, bukan sekadar janji,” tegas Iwan.
FORMANAS menilai pembangunan jalan layang atau jalan tol merupakan solusi strategis yang bisa mengatasi dua persoalan utama sekaligus: mengurangi risiko bencana longsor dan menyelesaikan masalah kemacetan yang selama ini menjadi momok bagi pengguna jalan.
“Kami akan terus menyuarakan tuntutan ini. Ini bukan sekadar proyek infrastruktur biasa, melainkan upaya menyelamatkan nyawa masyarakat dan memperbaiki kualitas hidup,” tambahnya.
Tambahnya, Jalur Medan–Berastagi selama ini dikenal sebagai akses utama yang menghubungkan wilayah Sumatera Utara, baik untuk kepentingan ekonomi, perdagangan, maupun pariwisata. Kawasan Berastagi yang menjadi tujuan wisata populer dengan keindahan alamnya turut bergantung pada jalur ini sebagai pintu masuk utama.
Namun, di balik perannya yang strategis, jalur ini menyimpan risiko bencana yang tinggi. Minimnya upaya mitigasi bencana serta buruknya kondisi infrastruktur menyebabkan longsor berulang kali terjadi, menelan korban jiwa dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Selain itu, kemacetan berkepanjangan akibat medan yang sulit turut menghambat aktivitas ekonomi masyarakat.
“Sudah saatnya pemerintah memandang jalur ini sebagai prioritas pembangunan infrastruktur. Jalan layang atau tol adalah solusi jangka panjang yang bisa menyelamatkan nyawa sekaligus mendukung perekonomian,” tegas Iwan.
Melalui aksi ini, FORMANAS mengajak seluruh elemen masyarakat dari Kabupaten Karo, Dairi, Deliserdang, Simalungun, Pakpak Barat, hingga Kota Medan untuk bersatu dalam menyuarakan tuntutan tersebut. Desakan kolektif diharapkan mampu mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret.
Iwan menegaskan, tragedi longsor kali ini harus menjadi pengingat keras bahwa kesiapsiagaan bencana dan infrastruktur yang aman adalah hal mutlak yang harus diwujudkan.
“Pembangunan jalan layang atau tol di kawasan ini bukan sekadar proyek fisik, tetapi solusi strategis untuk menyelamatkan nyawa, mendukung perekonomian, dan mewujudkan masa depan yang lebih aman bagi masyarakat Sumatera Utara,” pungkasnya.
Sebelumnya, Tragedi tanah longsor yang terjadi di jalur utama Medan–Kabanjahe, tepatnya di kawasan Sembahe dan tikungan Tirtanadi, Sibolangit, kembali menyisakan duka mendalam.
Bencana yang terjadi belum lama ini menelan korban jiwa serta memicu keprihatinan sekaligus kemarahan masyarakat terkait minimnya langkah mitigasi bencana di kawasan tersebut.
Dalam insiden memilukan ini, sebanyak 10 orang dilaporkan meninggal dunia, sementara 23 orang lainnya mengalami luka-luka. Malam mencekam yang dialami puluhan korban meninggalkan trauma mendalam dan menjadi pengingat betapa rentannya jalur Medan–Kabanjahe terhadap bencana tanah longsor.